Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget Atas Posting

Utamakan Orang Tua Dari Segala Hal Yang Engkau Senangi

Gambar : Ilustrasi Orang Tua

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Kisah ini saya tuliskan sebagai bahan pembelajaran bagi kita semua. Bahwa janganlah kita me-nomor duakan orang tua. Maksud dari me-nomor duakan adalah menjadikan sesuatu yang kita senangi sebagai prioritas tanpa memikirkan prioritas kita kepada orang tua. Jangan sampai kita menyesal ketika Allah memanggil orang tua kita.

Kisah ini saya mulai dari awal mula pertemuan dengan salah seorang wanita. Wanita ini adalah wanita yang taat dalam agama, kenapa saya bisa katakan demikian ?

Karena sempat beberapa kali saya melakukan tes secara diam-diam kepada wanita tersebut, salah satu tes yang sering kali saya lakukan adalah dengan berpura-pura mengajaknya berjabat tangan. Ketika saya mengajak berjabat tangan, si wanita tersebut selalu menolaknya dengan alasan bukan muhrim (padahal itu hanya bagian dari tes yang saya lakukan). Saya berani melakukan tes tersebut karena kebetulan dia adalah adik kelas, yang dulunya saya ospek (dulu saya waktu ikut OSIS).

Hampir setiap hari saya sering sekali melihat dia ketika waktu sholat di masjid sekolah. Setiap waktu sholat tiba sering dia menyempatkan waktunya ke mushola sekolah untuk menunaikan kewajibannya beribadah. Nah, karena itulah saya jadi suka dengan dia.

Waktu terus berlalu, seiring berjalannya waktu saya mulai berani mengungkapkan perasaan saya kepada dia. Saya hanya mengungkapkan rasa kepada dia. Ternyata tanpa saya duga-duga, dia_pun juga menyukai saya. Singkatnya saya mulai mengenal dia lebih jauh lagi. Pertemuan saya dengan dia hanya sekali saja. Karena saya beranggapan bahwa jika keseringan nanti bisa muncul fitnah dan saya juga menyadari bahwa Islam melarang untuk berpacaran. Jadi saya berprinsip tidak akan berpacaran ala jahiliyah, tetapi berpacaran ala Islam (maksudnya Ta’aruf). Prosesi ta’aruf itu saya jalani selama hampir 3 tahun dan saya sudah mengenal jauh tentang wanita tersebut.

Selama 3 tahun mengenal, saya belum pernah sekali_pun memperkenalkan dia kepada kedua orang tua. Karena saya belum siap untuk menikah dengan dia. Sehingga singkatnya, saya jalani prosesi ta’aruf itu tanpa sepengetahuan siapa_pun, hanya adik saya saja yang mengetahuinya.

Oya, sebenarnya wanita yang saya sukai tersebut adalah salah satu murid dari almarhum ayah. Dahulu ayah saya berprofesi sebagai guru olahraga di SMA. Beliau adalah salah seorang guru yang sangat bijaksana. Ayahnya dahulu adalah seorang ustad dikampungnya. Sehingga wajar jika ayah memiliki pengetahuan agama yang saya sendiri belum begitu banyak mengetahuinya karena kerendahan hati dari almarhum.

Suatu saat saya pernah meminta kepada ayah untuk meng-copy video yang dia (wanita yang saya sukai) buat. Jadi disetiap akhir semester, ayah saya selalu memberikan tugas kepada murid-muridnya berupa video berhubungan dengan olahraga. Nah, karena saya ta’aruf dan jarang sekali bertemu dengan dia. Maka saya berinisiatif untuk melihatnya melalui video. Saya meminta kepada ayah tidak dengan menyebutkan nama, tetapi langsung menyebutkan kelas dengan berbagai macam alasan. Pada saat itu ayah mengatakan kepada saya, “videonya belum pada masuk semua”,”nanti kalau sudah masuk ayah kasih”. (Ayah saya mau memberikannya, karena saya beralasan akan men-share ilmu olahraga di video tersebut kepada anak-anak lain, agar dapat ditiru).

Singkatnya beberapa bulan kemudian saya mendapatkan jatah libur dari kampus selama 10 hari (libur sebelum mid semester). Pada saat itu kondisi saya dalam keadaan sakit. Tadinya saya tidak berniat untuk pulang ke rumah. Tetapi karena kondisi saya yang drop beberapa minggu, menjadikan saya berniat untuk pulang dengan harapan nantinya saya bisa sembuh pasca dirawat di rumah. Akhirnya saya pulang ke rumah. Seperti biasa saya menaiki travel selama hampir 6 jam lebih. Tepat pukul tengah malam, saya tiba di rumah. Dengan disambut ayah dan ibu. Saya_pun menceritakan kondisi saya ini. Karena kondisinya sudah malam jadi saya baru bisa diobati keesokan harinya. Jadi saat itu saya hanya di kerik.i (digosok menggunkan uang logam dan balsem untuk mengeluarkan angin di tubuh). Setelah selesai di kerik.i akhirnya saya_pun tidur. Saya tidur dengan ayah satu kasur. Dengan batuk-batuk pada setiap malamnya, menjadikan ayah tertular penyakit saya yaitu batuk.

Keesokan harinya ayah memanggil dokter untuk datang ke rumah memeriksa saya. Tetapi ayah tidak meminta untuk diperiksa karena batuknya masih biasa. Malam harinya ayah mulai batuk-batuk seperti halnya saya. Tetapi saya justru semakin membaik. Hingga akhirnya ayah memanggil dokter untuk memeriksa dirinya. Setelah diperiksa dan diberi obat, bukannya penyakitnya tambah berkurang, justru ayah makin menjadi batuknya. Ayah pada saat itu sakit sekaligus bekerja, karena profesi beliau sebagai seorang PNS, tidak bisa beliau tinggalkan hanya karena sakit batuk.

Beberapa hari kemudian penyakit ayah makin menjadi. Sehingga liburan saya pada saat itu tidaklah berkesan. Biasanya setiap liburan saya selalu bercanda dengan ayah. Selalu curhat tentang masalah kuliah dan organisasi. Tetapi untuk kali ini saya tidak bisa, mengingat ayah sedang sakit.

Beberapa hari kemudian, kondisi ayah semakin drop dengan batuk yang terus menggigil. Teringat pada saat itu ayah pernah meminta saya untuk mengambilkan kursi untuk beliau tidur. Alasan beliau, karena beliau tidak bisa tidur di kasur. Pada saat itu saya belum juga sadar. Saya kira karena efek sakit saja.

Kemudian ayah meminta saya menghidupkan kipas angin dan selang beberapa detik ayah minta dimatikan kipasnya. Kata ayah : “dingin banget”. Padahal saya sendiri tidak merasa dingin. Dan sampai beberapa hari sebelum beliau meninggal. Kondisi beliau masih sama, tidak bisa tidur.

Oya sempat ada kejadian aneh yang saya alami beberapa hari sebelum beliau meninggal. Saat itu saya merasa ada orang yang masuk melalui pintu gerbang rumah. Saya_pun mencoba melihatnya melalui kamar ayah dan sempat juga ditegur ayah dengan berkata “jendelanya jangan dibuka nanti terlihat luar”. Kemudian saya ceritakan kepada ayah, bahwa ada orang yang berusaha masuk. Kemudian ayah saya mengatakan lagi “kalau ada orang kamu temuin, kamu_kan laki-laki”. Setelah itu saya mencoba melihatnya langsung dengan membuka pintu belakang dan ternyata tidak ada orang sama-sekali. Padahal saya merasa dan dengan jelas bahwa ada orang yang masuk, namun setelah saya lihat ternyata tidak ada. Akhirnya saya menganggapnya hanya halusinasi saja.

Keesokan harinya, masih dengan kondisi yang sama. Ayah berangkat bekerja. Beberapa jam kemudian ayah pulang ke rumah. Pada saat itu saya sedang tidur dikasur. Ayah_pun membangunkan saya dan mengatakan kepada saya “gantian ayah yang istirahat”. Akhirnya saya menuruti dan saya pindah tempat. Tetapi ada satu hal yang saya sendiri rasakan aneh. Ketika tidur di tempat tidur ayah, hawa dan suasananya seperti bukan di dunia (gak bisa saya jelaskan, karena ini hanya saya yang mengalaminya. Waallahualam).

Singkatnya pada hari jum’at, kondisi ayah semakin drop. Saya_pun juga masih belum sembuh 100% dari sakit (walaupun sudah agak membaik, hanya batuk-batuk kecil). Saat itu saya berencana tidak sholat jum’at karena takut menganggu jamaah lainnya dengan penyakit batuk. Tetapi saya justru ditegur ayah. Ayah mengatakan “Kamu laki-laki, jangan tinggalkan sholat jum’at selagi kamu bisa”,”Kalau kamu tinggalkan sholat jum’at itu artinya kamu murtad dari agama”,”jangan sekali-kali tinggalkan sholat”. Nah, karena nasehat ayah itu akhirnya saya_pun melaksanakan sholat jum’at dengan batuk-batuk kecil.

Sepulang sholat jum’at, sore harinya saya mendapati ayah menonton bola dengan wajah yang pucat karena sakit. Kebetulan ayah adalah penggemar bola. Jadi tim manapun yang bertanding, ayah selalu menyempatkan untuk menonton tanpa melalaikan sholat beliau. Pada saat ayah menonton bola, saya_pun menghampiri sambil menagih janji ayah dahulu. Saya mengatakan “yah mana videonya” (sungguh anak yang tidak tau kondisi). Kemudian ayah mengatakan “nanti ya mas kalau ayah sudah sembuh”. Kemudian saya mengatakan “yasudah kalau ayah sudah sembuh, tapi janji ya yah ?”, ayah hanya mengangguk.

Kemudian saya tidur sebentar, tiba-tiba ayah membangunkan dan menyuruh saya menjemput ibu di sekolah. Saya_pun awalnya mengatakan biar adik saja yang menjemput, tetapi ayah tidak mau, ayah mintanya kamu bukan adik. Sambil beliau menjanjikan saya akan diberikan uang 1 juta. Sontak saya kaget, tumben ayah ngasih uang hanya karna mau menjemput ibu. Saat itu ayah memberikan uang kepada saya 1 juta, tanpa rasa curiga akhirnya uang itu saya terima.

Keesokan harinya, saat malam saya dan adik diminta untuk mengantarkan ibu ke sekolah karena ada rapat untuk Ujian Nasional. Yang saya heran ibu menyuruh saya dan adik untuk mengantarkan. Saat itu saya sempat mengatakan kepada ibu “adik saja bu, saya mau belajar untuk MID Semester”. Kemudian ibu tidak mau dan mengatakan “ibu maunya kamu sama adik”. Yasudah akhirnya saya menuruti ibu. Ayah dan nenek saya tinggal dirumah sendirian. Singkatnya setelah selesai, saya pulang. Saya mendapati ayah sedang menonton tv, saya_pun meminta kepada ayah untuk mematikan tv karena saya belum belajar sama sekali (ada rasa menyesal sebenarnya di dalam diri ini, kenapa saya lebih mementingkan ego dibandingkan orang tua). Kemudain ayah mematikan tv dan saya belajar.

Malam berlalu, pagi harinya saya berencana ingin pulang ke jogja. Sebelumnya ayah sudah berpesan “hati-hati naik motornya”. Singkatnya saya pulang, saat akan pulang, saya ingin berpamitan terlebih dahulu dengan kedua orang tua. Tetapi ternyata beliau sudah berangkat untuk bekerja. Hingga akhirnya saya dan adik menghampiri ke tempat kerja ayah ibu. Sesampai disana saya bertemu ibu dan tidak bertemu ayah. Ternyata kata ibu, ayah sedang berobat ke rumah sakit (sedang periksa) dan saya disuruh untuk kesana sekalian ijin. Tetapi karena saya takut menganggu ayah, maka saya mengurungkan niat menemui beliau. Saya_pun hanya berpamitan melalui pesan singkat (sms), “Yah, saya pulang ke jogja dahulu ya”. Namun pesan itu tidak dibalas. Saya_pun melanjutkan perjalanan pulang.

Sesampai di tempat kos, saya mulai mencicil hafalan saya, karena pada hari rabu saya sudah harus mengikuti MID Semester. Saya_pun belajar selama 2 hari tanpa tidur (ngebut materi). Hingga pada hari selasa malam saya mendapati ibu menelpon dan ibu mengatakan kepada saya dan adik besok harus pulang. Sehabis tes saya harus mencari travel, karena ayah dirawat di rumah sakit. Sontak saya kaget dan menanyakan kondisinya. Ibu hanya mengatakan “tidak apa-apa mas, ayah baik-baik saja, kamu lanjut belajar saja” (sambil terdengar suara yang seakan menahan tangis). Tetapi saya tetap tidak percaya begitu saja. Saya minta dihubungkan dengan ayah, akhirnya ibu menghubungkan dengan ayah. Saat itu saya bertanya kepada ayah “Yah bagaimana kondisinya” dan ayah menjawab dengan suara yang aneh “memanggil nama saya dengan intonasi suara yang seperti orang mengigo”. Mendengarkan itu saya sempat menangis didalam hati “Ya Allah kenapa dengan ayah saya”.

Singkatnya, akhirnya telepon saya tutup dan saya menyarankan kepada ibu dan kakak perempuan yang berada disana untuk membacakan ayat kursi serta doa-doa lainnya. Karena saya beranggapan ada jin yang menganggu ayah. Setelah selesai meghubungi, saya melanjutkan belajar dan anehnya setiap kali berusaha untuk memejamkan mata, setiap itu juga bayang-bayang akan meninggalnya ayah semakin kuat. Tetapi saya berusaha untuk tidak memikirkan itu. Namun tetap saja bayang-bayang itu muncul. Memasuki waktu subuh, saya berdoa agar Allah menyembuhkan penyakit ayah.

Pagi harinya saya_pun berangkat ke kampus untuk ikut MID. Pada saat itu matakuliah yang saya kerjakan adalah Manajemen Keuangan Daerah. Alhamdulilah saya mampu mengerjakan dengan lancar. Selesai tes, masih ada tes selanjutnya pada siang hari. Saya_pun beristirahat bersama teman-teman di kantin. Sambil merogoh saku, hp saya keluarkan. Ternyata sudah ada puluhan panggilan tak terjawab di hp saya. Sontak saya menjadi cemas, “apakah ini mengenai kondisi ayah”. Akhirnya ada panggilan dari adik, dan adik sambil menangis mengatakan, saya diminta untuk ijin ke kampus pulang. Saat itu saya bingung, saya tanya “ada apa?”. Adik saya tidak mau menjawabnya.

Kemudian tanpa basa-basi saya langsung menuju ke akademik, saya berusaha ijin dengan mengatakan ayah saya kritis (padahal saya tidak tau kondisinya). Dan awalnya saya dipersulit, saya diminta ijin ke Ketua departemen kampus, setelah itu ke akademik lagi. Tapi ijin itu tak kunjung saya dapatkan. Hingga akhirnya ibu menelpon saya dan mengatakan “ayah sudah meninggal, yang tabah ya mas”. Saya_pun tak kuasa menahan tangis, saya menangis dihadapan pihak akademik dan akhirnya tangisan itu membuat mereka iba. Saya_pun diijinkan untuk pulang.

Saya segera pulang menuju ke kosan. Tanpa pikir panjang akhirnya adik mencari travel carteran, karena travel biasa dijeputnya sore hari, sedangkan pada saat itu ayah direncanakan dimakamkan sehabis sholat ashar. Setelah sekian lama mencari, akhirnya tepat pukul 12 saya mendapatkan travel carteran dan akhirnya saya dan adik menaiki travel tersebut.

Tadinya saya agak ragu, karena biasanya saya menaiki travel jogja ke kampung halaman paling lama 8 jam, sedangkan ayah akan dimakamkan sehabis sholat ashar. Akhirnya saya minta kepada ibu untuk menunda pemakaman sampai pukul 5. Saya_pun meminta supir travel tersebut untuk cepat. Dan singkatnya sampailah saya di kota asal, kondisi pada saat itu macet dan waktu sudah hampir menunjukan pukul 5. Saya_pun mulai pesimis akan datang tepat waktu. Karena jika saya telat, maka saya tidak bisa melihat kondisi ayah untuk terakhir kalinya. Atas ijin Allah, akhirnya sampailah saya ke kediaman tepat pada waktunya. Dan saya membayar travelnya dengan harga mahal 1 juta (uang tersebut ternyata sesuai dengan jumlah uang yang ayah berikan kepada saya sesaat sebelum meninggal).

Singkatnya saya pulang, ternyata sudah banyak orang yang menunggu. Saya dengan menahan tangis, berusaha untuk tidak menangis. Langsung saya menuju ke mushola, tanpa menunggu, saya mensholati almarhum ayah dan untuk terakhir kalinya mencium kening ayah. Akhirnya ayah dibawa ke tempat pemakaman. Saya pada saat itu meminta kepada orang-orang sekitar untuk ikut menurunkan jenazah ayah. Saya dan adik menurunkan jenazah beliau sambil menahan tangis, saya tidak ingin ayah bersedih melihat saya menangis.

Sesudah dikuburkan, akhirnya saya menyadari bahwa segala sesuatu yang saya sukai belum tentu baik bagi orang tua dan itu_pun terlihat ketika takziah, wanita yang dahulu saya kagumi ternyata tidak pernah hadir ke kediaman Gurunya sendiri yang tak lain adalah ayah saya. Sehingga berawal dari situ saya sudah tidak lagi respect terhadap dia.

Singkatnya dia mengatakan “agar saya menyudahi proses ta’aruf ini” dan saya_pun menyetujui itu. Dan sampai sekarang kami masih berteman baik, namun tidak lebih, hanya sebagai teman. Saya_pun sudah tidak memiliki rasa dengan dia. Semoga Allah memberikan jodoh yang lebih baik lagi daripada dia.

Terimakasih atas kunjugannya. Barakallahu Fiikum.

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh

2 comments for "Utamakan Orang Tua Dari Segala Hal Yang Engkau Senangi"

  1. Terimakasih, menjadi salah satu inspirasi dalam penulisan khutbah tentang berbakti kepada orang tua saya. Semoga menjadi amal sholeh buat penulis dan semua yang membantu menyebarkan.

    ReplyDelete