Meramalkan Corona atau Covid 19 di Amerika Dengan Metode ARIMA dan ARMA (Analisa Forecast) di Evews 9
Gambar : Cover Artikel
FORECAST MODEL ARIMA DAN ARMA
Ditulis oleh : Dimas Purbo Wicaksono Fenda Putra, S.E.
A.Penjelasan ARIMA dan ARMA
ARIMA
(p,d,q) dan ARMA (p,q)
Model ARIMA (4,1,3) merupakan sebuah model dimana data sudah dideferensi sebanyak 1
kali, memiliki 4 komponen otoregresif, dan 3 moving average. Model ARIMA (1,0,1) berarti sama dengan model ARMA
(1,1), model ARIMA (p,0,0) berarti sama dengan AR(p) dan model ARIMA (0,0,q)
berarti sama dengan model MA(q).
Model Arima ini juga
dikenal dengan metode Box-Jenkins dalam bukunya yang berjudul Time series Analysis : Forecasting and Control. Metode ini
berdasarkan analisis pada masa lalu (let
the data speak for themselves) dan tidak memperlihatkan variabel-variabel lain,
sehingga disebut juga dengan metode atheoric
atau metode yang tidak berdasarkan pada teori, seperti pada persamaan regresi
biasa.
Pada praktiknya, tidaklah mudah untuk
menentukan apakah suatu data time series
mengikuti pola AR, MA, ARMA, atau ARIMA. Disamping itu berapa banyak komponen p
(otoregresif), q (moving average),
dan d (different)
yang diperlukan agar data menjadi stasioner. Untuk memecahkan masalah ini
Box-Jenkin memberikan pedoman yang terdiri atas empat langkah, yaitu :
1.
Identifikasi model, dengan memilih p,d,q sementara
|
2.
Estimasi parameter dengan program komputer
|
3.
Diagnosis residual apakah sudah bersifat white noise. Jika
belum, ulangi langkah 1
|
4.
Lakukan perkiraan data masa yang akan datang
|
Berikut ini penjelasan dari empat langkah penyelesaian
tersebut:
Identifikasi nilai p, d,
dan q. Sehingga langkah yang dapat dilakukan yaitu menggunakan korelogram (correlogram) dan korelogram parsial (partial correlogram)
Estimasi parameter
otoregresi dan komponen moving average
yang ada didalam model. Langkah ini dapat menggunakan metode kuadrat
terkecil (least square) ataupun
estimasi non linear.
Diagnosis terhadap
kualitas model untuk mengetahui kesesuaian data tersebut. Caranya adalah dengan menguji apakah
residual hasil estimasi sudah bersifat white
noise. Jika
residualnya sudah white noise, berarti
modelnya sudah tepat. Jika
belum, maka harus mencari bentuk ARIMA yang lain. Proses pencarian model yang
tepat ini bersifat iteratif (berulang) dan lebih bersifat seni dibanding
ilmiah.
Perkiraan (forecast) terhadap data masa yang akan
datang dengan persamaan atau model yang telah terpilih.
B.Tahapan Pengolahan Data
Berikut adalah proses
penerapan ARIMA (p,d,q) dan ARMA(p,q) :
Langkah
1 : Pertama menyiapkan data yang akan diolah, usahakan
data telah disusun terlebih dahulu. Berikut adalah contoh data time series (dalam bentuk harian).
Gambar
: Microsoft Office Excel 2013
Langkah
2 :
Buka Sofware eviews, Klik file -> New
-> Workfile.
Gambar
: Pengolah Data Eviews 9
Langkah
3 :
Pada bagian Workfile structure type,
pilih Dated - regular frequency.
Gambar
: Pengolah Data Eviews 9
Langkah 4 :
Pada date specification dibagian frequency pilih Daily - custom week (karena
data berbentuk harian). Kemudian start
date
isikan dengan bulan hari pertama dan tahun yaitu 3/01/2020 (bulan Maret hari pertama di tahun 2020) serta end date
isikan dengan bulan hari terakhir dan tahun yaitu 3/26/2020 (tahun 2020 hari ke 26). Kemudian pada Intraweek/Intraday
range pilih Days
1-Mon dan through 7-Sun. klik Ok.
Gambar
: Pengolah Data Eviews 9
Langkah
5 : Selanjutnya menuju ke menu Quick, dan
pilih Empty Group (Edit Series).
Gambar
: Pengolah Data Eviews 9
Langkah 6 : Berikutnya copy data yang akan diolah, kemudian klik paste pada kolom atas group.
Gambar
: Pengolah Data Eviews 9
Langkah 7 : Data sudah masuk ke dalam program eviews. Kemudian kembali ke jendela awal dengan klik close (tanda x) di pojok sebelah kanan. Klik yes.
Gambar
: Pengolah Data Eviews 9
Langkah 8 : Maka akan muncul tampilan jendela awal.
Gambar
: Pengolah Data Eviews 9
Langkah 9 : Klik variabel jumlah kasus. Kemudian klik kanan => open.
Gambar
: Pengolah Data Eviews 9
Langkah 10 : Berikut adalah data jumlah kasus.
Gambar
: Pengolah Data Eviews 9
Langkah
11 : Tahap selanjutnya yaitu melakukan langkah-langkah
dalam menentukan
pengujian. Ada beberapa cara untuk menentukan stasioneritas. Maka pada tahap ini
akan dilakukan
satu-persatu. Dimulai
dengan metode
grafik.
Klik View => Graph.
Gambar
: Pengolah Data Eviews 9
Langkah 12 : Untuk membuat grafik dapat disesuaikan dengan yang diinginkan. Dibagian ini dapat langsung klik ok.
Gambar
: Pengolah Data Eviews 9
Langkah 13 : Hasilnya sebagai berikut.
Gambar
: Pengolah Data Eviews 9
Interpretasi Output :
Berdasarkan grafik diatas diketahui bahwa ada indikasi data
tidak stasioner. Hal ini terlihat dari grafik yang menunjukkan bahwa variabel jumlah
kasus memiliki tren yang cenderung meningkat. Namun agar lebih yakin data tersebut stasioner
atau tidak, maka dilakukan
pengujian lain yang lebih akurat yaitu uji akar unit.
Langkah 14 :
Cara melakukan uji akar unit adalah dengan memilih View => Unit Root Test.
Gambar
: Pengolah Data Eviews 9
Langkah 15 : Dibagian Test type pilih Augmented Dickey-Fuller. Untuk Test for unit root in pilih Level. Included in test equation pilih Intercept. Kemudian pada Lag length dibagian Automatic selection pilih Schwartz Info Criterion dan Maximum Lags isikan dengan 5. Kemudian klik ok.
Gambar
: Pengolah Data Eviews 9
Langkah 16 : Hasilnya sebagai berikut.
Gambar : Pengolah Data Eviews 9
Interpretasi Output :
Nilai
t statistik dibagian Augmented
Dickey-Fuller test statistic (4.909052) lebih besar daripada nilai kritis
pada tabel MacKinnon diberbagai tingkat kepercayaan (1%, 5%, dan 10%). Selain
melihat nilai Augmented Dickey-Fuller,
dapat juga
dengan melihat
nilai Probability pada tingkat alpha. Nilai Probability >
alpha (1.0000 > 0.05), artinya data tidak stasioner pada
tingkat level. Data tersebut menunjukkan
hasil yang tidak stasioner, maka dilanjutkan ke tahap pemilihan level yang lain
yaitu 1st difference.
Langkah 17 : Selanjutnya kembali lagi ke Unit Root Test, View => Unit Root Test.
Gambar
: Pengolah Data Eviews 9
Langkah 18 : Seperti cara diatas, pada bagian Test type pilih Augmented Dickey-Fuller. Untuk Test for unit root in pilih 1st difference. Included in test equation pilih Intercept. Kemudian pada Lag length dibagian Automatic selection pilih Schwartz Info Criterion dan Maximum Lags isikan dengan 5. Kemudian klik ok.
Gambar
: Pengolah Data Eviews 9
Langkah 19 : Hasilnya sebagai berikut.
Gambar
: Pengolah Data Eviews 9
Interpretasi Output :
Nilai t statistik
dibagian Augmented Dickey-Fuller test
statistic (0.911878)
lebih besar daripada nilai kritis pada tabel MacKinnon diberbagai tingkat
kepercayaan (1%, 5% dan 10%). Selain melihat nilai nilai Augmented Dickey-Fuller, dapat pula dengan
melihat
nilai Probability pada tingkat alpha.
Nilai Probability > alpha
(0.9935 > 0.05), artinya data tidak stasioner
pada tingkat 1st difference.
Langkah 20 : Kembali lagi ke Unit Root Test, klik View => Unit Root Test.
Gambar
: Pengolah Data Eviews 9
Langkah 21 : Test type pilih Augmented Dickey-Fuller. Untuk Test for unit root in pilih 2st difference. Included in test equation pilih Intercept. Kemudian pada lag length dibagian Automatic selection pilih Schwartz Info Criterion dan Maximum Lags isikan dengan 5. Kemudian klik ok.
Gambar
: Pengolah Data Eviews 9
Langkah 22 : Hasilnya sebagai berikut.
Gambar
: Pengolah Data Eviews 9
Interpretasi Output :
Nilai
t statistik dibagian Augmented
Dickey-Fuller test statistic (-7.552194) lebih besar daripada
nilai kritis pada tabel MacKinnon diberbagai tingkat kepercayaan (1%, 5% dan
10%). Nilai Probability < alpha
(0.0000< 0.05), artinya data stasioner
pada tingkat 2st difference.
Langkah 23 : Setelah mengetahui bahwa data stasioner pada tingkat deference kedua, selanjutnya lakukan deteksi menggunakan Correlogram. Pilih View => Correlogram.
Gambar
: Pengolah Data Eviews 9
Langkah 24 : Pada correlogram Specification => Correlogram of “Level”. Lag to include “menyesuaikan dengan program eviews”.
Gambar
: Pengolah Data Eviews 9
Langkah 25 : Klik ok. Hasilnya sebagai berikut.
Gambar
: Pengolah Data Eviews 9
Interpretasi Output :
Output ini memiliki dua
grafik yaitu Otokorelasi atau Autocorrelation
dan Otokorelasi Parsial atau Partial
Correlation. Grafik Otokorelasi di sebelah kiri dan Otokorelasi Parsial
terletak di sebelah kanan. Koefisien Otokorelasi (AC) terletak dikolom ketiga,
Koefisien Otokorelasi Parsial (PAC) terletak di kolom keempat. Kolom kelima
adalah nilai statistik Q (Q-stat) dan disebelah kanan merupakan nilai dari
probabilitas.
Berdasarkan hasil ini dapat dilihat bahwa grafik Otokorelasi menunjukkan penurunan secara perlahan, ini dapat dilihat dari kolom AC yang nilainya dimulai dari 0.788 atau 78.8% sampai -0.071 atau 7.1% (terus mengalami penurunan). Sementara itu untuk grafik Otokorelasi Parsial menunjukkan terjadi penurunan secara menyeluruh (hampir semua menurun drastis) setelah lag pertama. Lag kedua dan seterusnya, semua batang grafik berada diantara garis yang terputus-putus atau disebut garis Bartleet.
Sehingga kesimpulannya : Jumlah kasus Covid 19 belum stasioner. Data yang masih belum stasioner, maka harus distasionerkan terlebih dahulu dengan melakukan diferensi pertama. Langkahnya sama dengan langkah sebelumnya.
Langkah 26 : View => Correlogram
Gambar
: Pengolah Data Eviews 9
Langkah 27 : Pada correlogram Specification => Correlogram of pilih “1st difference”. Lag to include “menyesuaikan dengan program eviews”.
Gambar
: Pengolah Data Eviews 9
Langkah 28 : Klik ok. Hasilnya sebagai berikut :
Gambar
: Pengolah Data Eviews 9
Interpretasi Output :
Hasil output diatas
menunjukkan semua batang pada grafik otokorelasi dan otokorelasi parsial sudah
berada di dalam garis yang terputus-putus (garis Bartlett). Nilai probabilitas
hampir seluruhnya diatas 0.05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa data stasioner
pada tingkat diferensi kedua.
Setelah mengetahui hasilnya dan ternyata stasioner pada diferensi pertama, maka langkah berikutnya lakukan estimasi atau percobaan (dengan mencoba beberapa model). Karena data sudah stasioner pada diferensi pertama artinya d=1. Langkah awal percobaan, penulis akan mencoba model ARIMA (1,1,1). Langkah-langkah untuk menguji model ini adalah sebagai berikut :
Langkah 29 : Kembali lagi ke awal, dengan membuka file data jumlah kasus (dengan cara yang sudah disampaikan diawal).
Gambar
: Pengolah Data Eviews 9
Langkah 30 : Klik menu Quick => Estimate Equation.
Gambar
: Pengolah Data Eviews 9
Langkah 31 : Pada persamaan regresi, tuliskan rumus d(jumlah_kasus) c ar(1) ma(1). Jumlah kasus adalah nama folder data, d adalah diferensi, ar dan ma adalah arima, (1) (1) adalah model arima.
Gambar
: Pengolah Data Eviews 9
Langkah 32: Klik ok. Hasilnya sebagai berikut.
Gambar
: Pengolah Data Eviews 9
Interpretasi Output :
Hasil output menunjukkan
bahwa nilai probabilitas AR(1) dan MA(1) yang semuanya lebih besar dari tingkat
alpha 0.05 (5%). Sehingga dapat diketahui
bahwa model ARIMA (1,1,1) tidak signifikan. Hasil yang belum signifikan maka dilanjutkan dengan mencoba model yang lainnya. Caranya hanya mengganti
angka 1 di dalam kurung dengan angka lain. Pergantian tidak harus AR dahulu
atau Ma dahulu (bebas). Berikut contoh persamaan model ARIMA yang penulis buat
:
“d(jumlah_kasus) c ar(4) ma(3)”
Langkah 33 : Kemudian kembali lagi ke persamaan regresi dengan klik Proc => Specify => Estimate.
Gambar : Pengolah Data Eviews 9
Langkah 34 : Selanjutnya akan coba persamaan ARIMA (4,1,3). Ketikkan d(jumlah_kasus) c ar(4) ma(3).
Gambar
: Pengolah Data Eviews 9
Langkah 35 : Klik ok. Hasilnya sebagai berikut.
Gambar
: Pengolah Data Eviews 9
Interpretasi Output :
Hasil output diatas
menunjukkan nilai probabilitas AR(3) dan MA(3) dibawah 0.05 (5%), sehingga data
sudah signifikan pada diferensi pertama. Oleh karenanya model ini dapat
digunakan.
Mencoba dengan model
ARMA (1,1), tujuannya untuk membandingkan model terbaik antara ARMA (1,1) dan
ARIMA (4,1,3).
Langkah 36 : Kembali ke persamaan regresi. Pada Equation Estimation tuliskan dengan jumlah_kasus c ar(1) ma(1).
Gambar
: Pengolah Data Eviews 9
Langkah 37 : Klik ok. Hasilnya sebagai berikut.
Gambar
: Pengolah Data Eviews 9
Interpretasi Output :
Hasil output diatas
menunjukkan nilai probabilitas AR(1) sebesar 0.0000 dengan nilai yang sangat
kecil (mendekati nol) sehingga signifikan. Sedangkan nilai probabilitas MA(1)
sebesar 0.3847 dengan nilai yang sangat besar (menjauhi nol) sehingga tidak
signifikan.
Langkah agar dapat membandingkan kedua model, yaitu ARMA(1,1) dan ARIMA (4,1,3), bandingkan dengan nilai Akaike info criterion (sering disebut AIC) dan Schwarz criterion (sering disebut SIC). Jika model dengan AIC dan SIC nilainya lebih kecil, maka artinya model memiliki kualitas yang lebih baik.
Nilai
|
ARMA (1,1)
|
ARIMA
(4,1,3)
|
Kesimpulan
|
AIC
|
17.67779
|
16.84298
|
Lebih
baik model ARIMA (4,1,3)
|
SIC
|
17.87779
|
17.03800
|
Lebih
baik model ARIMA (4,1,3)
|
Gambar
: Nilai AIC, SIC dari model ARMA dan ARIMA
Hasil
perbandingan diatas dapat disimpulkan bahwa model ARIMA (4,1,3) adalah model
terbaik, maka dapat digunakan
untuk melakukan peramalan jumlah kasus Covid 19 di Amerika Serikat.
Langkah
38 :
Kembali lagi ke hasil ARIMA (4,1,3). Pilih menu Forecast.
Gambar
: Pengolah Data Eviews 9
Langkah 39 : Setelah mengetahui bahwa ARIMA (4,1,3) adalah model terbaik. Langkah selanjutnya pilih berapa lama data akan diprediksi, maka lakukan forecast. Sebelum melakukan forecast perlu menyesuaikan rentang waktu dan sampel dari workfile stasioner. Perlu diingat bahwa rentang data adalah hari pertama bulan maret tahun 2020 sampai hari ke dua puluh enam bulan maret tahun 2020. Sedangkan dalam membuat forecast sampai hari ke 30 bulan April Tahun 2020. Caranya dari menu utama eviews klik proc => structure/resize current page.
Gambar
: Pengolah Data Eviews 9
Langkah 40 : Isikan dengan start date (3/01/2020) dan end date (4/30/2020). Klik ok.
Gambar
: Pengolah Data Eviews 9
Langkah 41 : Kemudian muncul tampilan Resize involves inserting 30 observations => klik yes.
Gambar
: Pengolah Data Eviews 9
Langkah 42 : Kembali ke Quick => Estimate Equation.
Gambar
: Pengolah Data Eviews 9
Langkah 43 : Tuliskan model yang terpilih. d(jumlah_kasus) c ar(4) ma(3). Klik ok.
Gambar
: Pengolah Data Eviews 9
Langkah 44 : Pilih Forecast.
Gambar
: Pengolah Data Eviews 9
Langkah 45 : Berikut adalah tampilan forecast. Series to forecast tetap pilih jumlah_kasus (walaupun hasil sudah didiferensikan). Abaikan isian lain dan klik ok.
Gambar
: Pengolah Data Eviews 9
Langkah 46: Kemudin terlihat tampilan grafik sementara untuk forecast. Kemudian klik close.
Gambar
: Pengolah Data Eviews 9
Langkah 47 : Maka akan terbentuk folder baru yaitu jumlah_kasf. Klik kanan => open.
Gambar
: Pengolah Data Eviews 9
Langkah 48 : Berikut ini adalah hasil dari prediksi (forecast).
Gambar
: Pengolah Data Eviews 9
Interpretasi Output :
Hasil analisis diketahui bahwa jumlah kasus covid
19 di Amerika Serikat terus mengalami kenaikan hingga 30 April 2020. Hasil ini merupakan prediksi yang dapat diartikan jika tidak ada tindakan yang
kongkrit terhadap kasus ini,
maka akan terjadi lonjakan kasus yang jauh lebih besar. Metode forecast ini hanya sebagai alat prediksi,
tidak bisa memastikan secara tepat (karena hanya ramalan). Hasil ini bisa dijadikan dasar untuk
melakukan sesuatu yang tepat guna dalam mengantisipasi lonjakan kasus covid 19 di Amerika Serikat.
Informasi ekonometrika secara lengkap, silakan kunjungi channel youtube saya di : Dimas Channel
Note : Silakan bagi teman-teman yang ingin meng-copy artikel ini. Mohon sertakan sumber aslinya. Terima Kasih :-)
Informasi ekonometrika secara lengkap, silakan kunjungi channel youtube saya di : Dimas Channel
Note : Silakan bagi teman-teman yang ingin meng-copy artikel ini. Mohon sertakan sumber aslinya. Terima Kasih :-)
Post a Comment for "Meramalkan Corona atau Covid 19 di Amerika Dengan Metode ARIMA dan ARMA (Analisa Forecast) di Evews 9 "
Silakan bila ingin bertanya. Jangan melakukan spam dan jangan berkata kotor. Terima kasih sudah berkunjung :-)